KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Oleh
Pitriyadi, M.Si
Hutan, yang keberadaannya mutlak
diperlukan, makin hari makin menyusut luasnya karena berbagai sebab. Salah
satunya, yang dapat dikatakan paling dahsyat adalah kebakaran. Berbeda dengan hama dan penyakit,
kebakaran hutan dapat mengakibatkan musnahnya atau berkurangnya hutan dalam
waktu yang relatif singkat.
Salah satu contoh adalah kebakaran hutan di Kalimantan Timur pada bulan
November 1982 sampai bulan April 1983, yang memusnahkan sekitar 3,6 juta hektar
hutan terbaik di Indonesia. Sebuah laporan yang dikutip oleh Zoefri Hamzah dan
Ari Wibowo menaksir, kebakaran hutan di Kalimantan
tersebut memusnahkan kayu senilai antara US $ 5,6 miliar US $ 7,4 miliar.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, pemerintahan Indonesia
telah mencanangkan tekadnya untuk
mengendalikan kebakaran hutan. Pengalaman menunjukan bahwa dalam pengendalian
kebakaran hutan, upaya pencegahan kebakaran hutan memegang peranan penting.
Sekali hutan terbakar terutama pada musim kemarau panjang, sulit untuk
dipadamkan. Hanya bila hujan telah turun kebakaran menjadi padam.
Untuk menimbulkan, meningkatkan dan memelihara peran serta masyarakat
dalam upaya pencegahan kebakaran tersebut, kegiatan penyuluhan mutlak
diperlukan.
Melalui penyuluhan, seluruh lapisan masyarakat dari segala umur perlu
diyakinkan bahwa jika terjadi kebakaran hutan, semua pihak akan menderita
kerugian. Pengusaha hutan menderita rugi, rakyat kehilangan pekerjaan, pemerintah
kehilangan devisa dan pendapatan negara, pemburu kehilangan binatang buruan,
industri perkayuan kehilangan bahan kayu, penerbit surat kabar kesulitan
kertas, konsumen dan perusahaan air, juga petani kekurangan air, penerbangan
terganggu, pariwisata menjadi lesu dan lain-lain.
Kenyatan menunjukan bahwa peran masyarakat terhadap upaya pencegahan
kebakaran hutan masih kecil.
1. Penyebab Kebakaran
Secara luas diketahui bahwa kebakaran hutan terjadi
bila tiga unsur yaitu panas, bahan bakar dan oksigen bertemu. Jika salah satu
dari ketiga unsur tersebut tak ada, maka kebakaran hutan tak akan terjadi.
Karena oksigen terdapat hampir merata disemua wilayah, hanya dua unsur lainnya,
yaitu panas dan bahan bakar yang dibahas.
a.
P a n
a s
Dalam kebakaran hutan, unsur ini hanya berperan pada
masa kemarau, terutama kemarau panjang. Hampir diseluruh Indonesia musim Kemarau terjadi
setiap tahun, pada bulan-bulan tertentu yang dapat diperkirakan sebelumnya.
Musim kemarau panjang umumnya datang setiap 5-10 tahun sekali, kecuali untuk
Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya bagian Selatan (Merauke), musim kemarau
panjang terjadi setiap tahun. Erat kaitannya dengan panas adalah sumber api.
Umumnya disepakati bahwa 90 % sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan
berasal dari manusia, sedangkan selebihnya berasal dari alam.
1) Sumber api yang berasal dari manusia digolongkan
menjadi :
·
Yang
diyatakan secara sengaja, dalam kaitannya dengan perladangan, pengembalaan
ternak, perburuan binatang liar, persiapan penanaman (perkebunan, kehutanan),
tindakan iseng (untuk kesenangan), balas dendam terhadap petugas kehutanan,
mengalihkan perhatian petugas (untuk dapat mencuri hasil hutan ditempat lain),
pembuatan api unggun, dan lain-lain.
Api yang berasal dari
kebakaran ladang, menurut hasil penelitian
Nana-Supriatna di Sumatra Utara, memberikan andil 54 % terhadap
terjadinya kebakaran hutan. Angka tersebut nampaknya berlaku untuk daerah lain
diluar Pulau Jawa.
Perlu dicatat, bahwa penggunaan api untuk
perladangan, perkebunan, kehutanan dan lain-lain tak terhindarkan namun tentu
saja tak harus mengakibatkan kebakaran
hutan, asal terkendali.
·
Yang
tak disegaja, seperti api dari kereta api, pekerja hutan, pengunjung objek
wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang, dan lain-lain.
2) Faktor alam, misalnya api yang timbul karena
terjadinya petir, meletusnya gunung berapi dan api abadi.
Di Indonesia, api dari petir sangat jarang
mengakibatkan kebakaran hutan, karena terjadinya justru pada musim penghujan.
Api abadi juga kecil peluangnya mengakibatkan kebakaran hutan karena
disekeliling api letusan gunung, apalagi letusan gunung dimusim kemarau, dapat
dibilang jarang terjadi, dan karenanya juga jarang mengakibatkan terjadinya
kebakaran hutan. Dengan demikian, sumber api kebakaran hutan di Indonesia
hampir 100 % berasal dari manusia.
b.
Bahan
Bakar
Bahan bakar merupakan factor yang paling dominan
sebagai penyebab kebakaran hutan.
Di Taman Nasional Wasur, Irian Jaya, misalnya, kemarau
panjang dan juga kebakaran hutan, terjadi setiap tahun diareal yang luas. Namun
kebakarannya tidak pernah besar, karena serasah hutan yang menjadi bahan bakar
tipis saja.
Di Kalimantan dan Sumatra,
terutama didaerah bergambut atau areal bekas tambangan, kebakaran hutan yang
terjadi pada musim kemarau panjang dapat dipastikan merupakan kebakaran besar.
Seperti kebakaran hutan tahun 1982/1983 di Kalimantan Timur dan tahun 1994 di
Sumatra Selatan, Jambi, Riau dan Kalimantan.
Kecuali berlangsung lama (Kebakaran di Kaltim tahun 1982/1983 berlangsung
sekitar 6 bulan), juga menimbulkan asap tebal yang dapat mengganggu kegiatan
hidup manusia. Kaitannya dengan upaya pencegahan dan penaggulangan kebakaran
hutan, berikut adalah hal-hal yang perlu mendapat perhatian :
1) Hutan Primer
Pada hutan ini, serasah dilantai hutan tipis,
kelembaban tinggi serta suhunyapun rendah, karena penutupan tajuk mendekati 100
%. Sinar matahari yang sampai kelantai hutan hampir mendekati 0 %. Ini rupanya
kunci jawaban, mengapa sebelum HPH beroperasi, kebakaran hutan besar seperti
tahun 1982/1983 dan 1994 jarang terjadi (walaupun kegiatan perladangan
berpindah yang merupkan penyebab utama kebkaran hutan, telah berlangsung sejak
HPH belum beroperasi).
2) Areal Bekas
Tebangan
Pada areal bekas tebangan, menumpuk serasah hutan yang
tebal. Dari setiap batang pohon yang ditebang, hanya log hingga cabang besar
pertama diambil. Selebihnya termasuk cabang kecil, ranting, daun, ditinggal
didalam hutan. Disamping itu setiap pohon besar (diameter lebih 50 cm )
ditebang, menurut Sagala, turut tumbang atau cacat dan akhirnya mati 10
pohon lain berdiameter 20 cm keatas. Semuanya itu mengakibatkan terjadinya
penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Serasah tebal tersebut berada
dibawah tajuk yang terbuka, karena pada musim kemarau kelembabannya rendah,
sedang suhunya tinggi, sehingga mudah dilalap api. Bila terjadi kebakaran hutan
dimusim kemarau panjang pada areal bekas tebangan, api pasti tak dapat
dipadamkan.
3) Areal Tanaman
Pada areal tanaman, yang penutupan tajuknya belum 100
% terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang atau semak belukar.
Seperti halnya diareal bekas tebangan, pada musim kemarau suhu dilantai hutan
tanaman sudah juga cukup tinggi. Resiko terjadinya kebakaran cukup tinggi.
4) Hutan Gambut
Pada hutan gambut, bahan bakar terletak dibawah
permukaan tanah, yaitu gambut itu sendiri. Pada musim penghujan, lahan gambut
umumnya terendam air.
Pada musim kemarau normal, hanya lapisan atas saja
yang kering, sehingga tidak mudah terbakar. Namun pada musim kemarau panjang
lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan cm, dalam keadaan kering
dan mudah terbakar. Bila kebakaran terjadi, walaupun merambat secara perlahan,
api gambut susah dipadamkan.
5) Alang-alan dan Semak belukar
Serasah dipadang alang-alang dan semak belukar
mudah terbakar sekalipun kemarau tidak panjang. Namun karena bahan bakarnya
sedikit, api tidak sehebat pada kebakaran hutan gambut maupun hutan bekas
tebangan.
2. Dampak Kebakaran
Dampak kebakaran hutan juga perlu diketahui dapat
positif maupun negatif. Dampak positif seperti misalnya dipercepatnya peremajan
alam, pelapukan tanah, terbantunya kehidupan satwa liar, terkurangi
termusnahkannya hama
dan penyakit. Sedangkan dampak negatif sebagai berikut :
a. Rusak atau Musnahnya Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
Kebakaran hutan mengakibatkan rusak atau musnahnya
kayu yang sejak dua decade terakhir sedemikian penting. Kebakaran hutan di
Kaltim 1982/1983 menurut laporan asing yang dikutip oleh Zoefri Hamzah dan Ari
Wibowo, diketahui memusnahkan kayu senilai US $ 5,6 miliar – US $ 7,4 miliar.
Disamping itu musnah pula hasil hutan lainnya berupa rotan, damar,
getah-getahan, binatang buruan, buah-buahan hutan, dan lain-lain. Semuanya itu
mengakibatkan banyak pihak seperti pengusaha hutan, rakyat yang tinggal
disekitar hutan, pemburu, turis penerbit surat
kabar, dan lain-lain menderita kerugian.
Kebakaran yang terjadi berulang-ulang dalam jangka
yang lama tak dapat disangkal lagi telah mengubah jutaan hektar jutaan hutan di
Sumtra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian
Jaya, menjadi pada alang-alang yang tak produktif.
b. Kerusakan Lingkungan
Kebakaran hutan mengakibatkan berbagai kerusakan
yang tak ternilai, seperti rusaknya
lingkungan, terganggunya tata air, musnahnya sumber plasma nutfah atau
berkuranganya keanekaragaman hayati, timbulnya erosi dan lain-lain. Untuk
memperbaiki lingkungan yang rusak tersebut, diperlukan biaya yang besar dan
waktu yang lama.
Rusaknya lingkungan tersebut semakin terasa akibatnya,
mengingat hutan tropis juga berfungsi sebagai paru-paru dunia. Dengan kata
lain, dampak kebakaran hutan merugikan seluruh penduduk dunia.
c. Asap
Setiap kali terjadi kebakaran hutan, sebagian atau
seluruh Sumatra dan Kalimantan, tertutup asap
tebal. Transportasi baik darat, sungai/laut maupun udara terganggu dan beresiko
terjadi kecelakaan. Bahkan negara kita di cap sebagai negara pengekspor asap
bagi negara tetangganya. Selain itu,asap yang berasal dari kebakaran hutan (dan
kebakaran lahan lainnya) juga berpengaruh pada kesehatan dan kegiatan
pariwisata.
3. Pengendalian Kebakaran Hutan
Untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang
disebabkan oleh kebakaran hutan, dilakukan kegiatan pengendalian kebakaran
hutan yang meliputi pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran. Hal
ini diatur dalam peraturan Pemerintahan Nomor 45 Tahun 2004 tentang
perlindungan hutan sebagai penjabaran dari undang-undang nomor 41 tahun1999
tentang kehutanan.
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
45 Tahun 2004 tersebut, kegiatan pengendalian kebakaran hutan dilakukan pada
tingkat nasional, pengendalian kebakaran
hutan menjadi tanggung jawab Mentri. Di tingkat Provinsi dilakukan dan
menjadi tanggung jawab Gubernur. Ditingkat kabupaten/Kota dilakukan oleh dan
menjadi tanggung jawab Bupati/Wali kota.
Di tingkat Kesatuan mengelola hutan dilakukan dan menjadi tanggung jawab kepala
Kepala Kesatuan Pengelolaan hutan setempat.
4. Pencegahan Kebakaran Hutan
Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha,
tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi
kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Sedangkan penanggulangan kebakaran
hutan adalah semua usaha tindakan atau kegiatan untuk memadamkan kebakaran
hutan yang telah terjadi. Dalam kaitan dalam pencegahan dan penanggulangan
kebakaran hutan, telah dikeluarkan keputusan Direktur Jendral Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam No. 243/KPTS/DJ VI/1994 tanggal 29 Desember 1994,
yang intinya adalah sebagai
berikut :
a. Kegiatan yang perlu dilakukan dalam pencegahan
kebakaran hutan :
Keadaan tidak terjadi kebakaran, meliputi :
1) Perencanaan pencegahan kebakaran antara lain :
a) Membuat peta kerawanan kebakaran
b) Penyusunan data statistik
c) Membentuk Organisasi Regu Pemadam Kebakaran
d) Menyediakan tenaga dan peralatan pemadaman
e) Memantau cuaca, akumulasi bahan bakar dan gejala rawan
kebakaran
f)
Membuat
sekat bakar, waduk serba guna, sarana transportasi dan komunikasi.
g) Memasang rambu-rambu peringatan bahaya kebakaran pada
lokasi yang rawan kebakaran dan mudah dilihat masyarakat
h) Mengikut sertakan pendidikan dan latihan pemadam
kebakaran hutan
i)
Koordinasi
dengan instansi yang berwenang atau aparat pemerintahan setempat
2) Deteksi Dini Kebakaran
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih awal
kemungkinan terjadinya kebakaran hutan, agar dapat diambil langkah-langkah
penanggulangan dengan tepat. Kegiatan tersebut antara lain :
a) Mendirikan Menara pengawas kebakaran dengan jangkauan pandang cukup jauh,
dilengkapi dengan sarana deteksi (teropong, range finder) dan sarana
telekomunikasi.
b) Patroli secara periodik, dengan frekwensi lebih
meningkat pada saat musim kemarau.
c) Membangun dan mendayagunakan pos-pos jaga pada jalan
masuk, jalan pengawasan areal tanaman dan disekitar kawasan yang
berbatasan dengan desa atau lahan usaha.
d) Memanfaatkan informasi penerbangan, data cuaca dan
data satelit apada areal pengusahaannya.
3) Penyuluhan
a) Membantu penyuluh kehutanan dalam peranannya selaku
unsur media penyuluhan, khususnya menyangkut bahaya kebakaran dengan materi
yang mudah diserap masyarakat secara luas.
b) Menyediakan alat Bantu penyuluhan, alat peraga,
leaflet, poster, spanduk, dan lain-lain yang berisi pesan-pesan kewaspadaan
terhadap bahaya kebakaran areal hutan.
c) Bersama pemerintah daerah setempat melaksanakan
kegiatan penyuluhan dengan menggunakan media pemeran pembangunan, memanfaatkan
kesenian tradisional serta acara-acara peringatan hari besar lainnya.
4) Menetapkan daerah rawan kebakaran hutan berdasarkan
iklim, jenis bahan bakar yang mudah terbakar dan perilaku masyarakat setempat.
5) Lain-lain
a) Berperan secara aktif dalam membantu masyarakat
disekitar hutan dan disekitar areal usaha lainnya.
b) Membantu pengendalian peladang berpindah, antara lain
;
-
Mengembangkan
lapangan usaha pertanian menetap.
-
Masyarakat
pola tanam dengan teknologi tepat guna
-
Membimbing
pembersihan limbah pada lahan masyarakat dengan tehnik pembakaran terkendali
dan membantu menyiapkan sekat
bakar/pijaran api yang cukup aman.
Keadaan saat terjadi kebakaran, antara lain :
a) Pemadam kebakaran hutan secara langsung
b) Mencari sumber penyebab terjadinya kebakaran
c) Mengerahkan bantuan dalam bentuk tenaga (masyarakat),
peralatan dan apabila terjadi kebakaran besar dapat mengajukan bantuan di
Instansi pusat.
Keadaan setelah terjadi kebakaran, antara alin :
a) Pengukuran areal yang terbakar
b) Menghitung kerugian secara ekonomis dan ekologis
c) Rehabilitasi
atau penanaman kembali areal bekas kebakaran
d) Evaluasi pelaksanaan pemadam kebakaran
b. Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Hutan
1) Untuk terlaksananya kewajiban dalam kegiatan
perlindungan hutan dan areal lainnya pemegang hak pengusaha hutan, Hak
Pengusaha hutan Tanaman Industri dan badan Usaha yang menggunakan lahan wajib :
a) Membentuk organisasi Regu/SATGASDAMKARHUT baik yang
melekat dalam satuan Pengamanan (SATPAM) maupun berdiri sendiri.
b) Mengangkat karyawan yang khusus ditugaskan dan diberi
wewenang sebagai regu/SATGASDAMKARHUT dengan kualifikasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
c) Menyediakan sarana dan Prasarana pemadaman kebakaran
hutan yang mencukupi
d) Memasang rambu-rambu peringatan tentang bahaya
kebakaran hutan dan menyiapkan alat Bantu penyuluhan berupa leaflet, poster,
stiker dan lain-lain
e) Menyediakan dana khusus untuk kegiatan pemadaman hutan
f)
Rehabilitasi/menanam
kembali areal hutan bekas kebakaran disamping pada lokasi yang kosong pada RKT
berjalan
2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam butir a ( 1) ,
merupakan bagian dari oganisasi perusahaan atau badan usaha yang bersangkutan
3) Karyawan yang diangkat sebagai regu / SATGASDAMKARHUT
minimal pendidikan sekolah lanjutan pertama yang seapat mungkin ditekhut dari
masyarakat didalam dan disekitar areal pengusahaan hutan yang bersangkutan.
4) Regu / SATGASDAMKARHUT perlu dibekali keterampilan
dengan mengikutsertakan dalam pendidikan dan latihan yang diselenggaraan oleh
Instansi Kehutanan
5) Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud pada butir a
( huruf ( 3 , antara lain berupa peralatan perorangan, peralatan kelompok,
peralatan bantuan, sarana bantuan nasional,alat komunikasi dan transportasi,
pos jaga, menara pengawas, perumahan regu / SATGASDAMKARHUT.
6) Dalam hal ketentuan teknis pencegahan dan penangulanan
hutan disiapkan prasarana beruapa ilaran api, jalan pemeriksaan, waduk
penyimpanan air, tanaman penyanga sesuai dengan satuan luas dan lokasi hutannya
7) Dalam hal untuk pembukaan lahan tanaman, pembersihan
limbah kayu pemegang HPHTI perlu mengurangi cara dengan pembakaran dan
memanfaatkan limbah kayu seoptimal mungkin
8) Biaya untuk keperluan pemadaman kebakaran hutan
sebagaimana dimaksud dalam butir a ( 5 ),. Dianggarkan dalam progran kerja
setiap tahun
c. Upaya Pencegaan Polusi Asap
1) Upaya pencegahan akumulasi asap dari penyiapan lahan
antara lain :
a) Ruas areal yang akan dibuka harus sesuai dengan
rencana yang telah diizinkan dan sebanding dengan kemampuan penanaman.
b) Setiap pembersihan lahan dengan kegiatan penebangan
kayu diwajibkan untuk memperkecil limbah yang terjadi
c) Terhadap lahan bersebelahan dengan areal yang belum
dibuka dibangun sekat bakar yang cukup bebas dari menjalarnya api
2) Kewajiban
pelakuan memperkecil asap dengan kegiatan antara lain :
a) Setiap pengusaha yang membuka lahan dengan menebang
pohon wajib menyiapkan alat / mesin chip portable untuk mengolah
potongan kayu yang tersisa
b) Untuk membersihkan limbah diusahakan menggunakan bahan
pemusnah dengan teknologi tepat guna ( misal dengan herbisida )
c) Apabila terpaksa dilakukan dengan pembakaran wajib
dijaga oleh tenaga yang memadai dan betul – betul tidak ada sisa api.
d) Perlakuan untuk mencegah menjalarnya api disekitar
lokasi penyiapan lahan wajib dilakukan teknik dan manajemen pengendalian api
secara sungguh – sungguh.
e) Kegiatan pada butir 2 dan 3 dikendalikan oleh regu
SATGASDAMKARHUT yang sudah terlatih /
terampil.
d. Sangsi
1) Pemegang HPH/HPHTI yang tidak mengusahakan upaya
kebakaran hutan dilapangan, tidak melengkapi sarana peralatan kebakaran, tidak
mempunyai tenaga terampil dan tidak menyediakan anggaran yang 4 memadai dalam upaya
pencegahan dan penangulangan hutan, dikenakan sangsi pemberhentian semua
pelayanan Instansi Kehutanan
2) Apabila tidak melaksanakan kewjian rehabilitasi bekas
kebakaran, dikenakan denda masing – masing untuk :
a) Hutan tanaman industri sama dengan 2 x biaya tanaman HTI / Per Ha di x luas yang
terbakar
b) Hutan alam / HPH sama dengan 2 X ( biaya tanaman
Reboisasi + nilai kayu yang terbakar / Ha ) X luas yang terbakar
3) Bagi pemeggang hak guna usaha diluar sector kehutanan
yang lalai dan mengakibatkan kebakaran di luar kawasan usahannya juga
mengakibtakna terjadinya akumulasi asap pengenaan sanksi diberikan oleh
Instansi yang berwenang dan selaku pembina teknis dalam bidang usahanya.
e. Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan
Ketentuan mengenai ketentuan Brigade pengendalian
kebakaran hutan diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan
Konserpasi Alam nomor 21 dan 22 / KPTS/ DJ – IV / 2002. Brigade pengendalian kebakaran ini adalah suatu
Lembaga yang berisi sumber daya tenaga dan peralatan yang didukung oleh
pendanaan yang memadai untu dapat terus menerus menyelenggaraan upaya
pencegahan ( termasuk peringatan dan pendekteksiaan ) terdapat kebakaran hutan
dan dapat bergerak cepat melakukan usaha pemadaman., Brigade ini juga melakukan
proses hukum atas kasus kebakaran hutan dan melakukan upaya Reahabilitasi
kawasan bekas kebakaran
Pada tahun 2002 telah dibentuk Brigade Pengendalian kebakaran hutan yang diberi nama
Mangala Agni disingkat GALAAG diPropinsi
– propinsi Sumatra Utara, Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
"Hi!..
BalasHapusGreetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
Aktual