HYMNE
GURU DAN IRONI PENCIPTANYA
Pahlawan
Tanpa Tanda Jasa
Cip.
Sartono
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sabagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Rasanya
tidak ada murid-murid dari SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA yang tidak tahu atau tidak
pernah menyanyikan Hymne Guru. Pasti
semua pernah. Murid pintar, kurang pintar, murid penurut, rajin, murid badung
dan tukang onar sekalipun, pasti dengan semangat menyanyikan lagu ini. Maklum,
ini lagu Wajib Nasional Men !!!
Lagu
ini, juga sering kami nyanyikan bersama-sama di SDN 10 Kampung Kantor Kecamatan Matan Hilir Utara
Ketapang Kalimantan Barat (sekarang Kec.
Delta Pawan). Perpisahan waktu kelas III di SMP Negeri I Ketapang tahun 1991, lagu ini menjadi sangat Hits. sekali. Saat Pelepasan
siswa/siswi kelas III di SMA Negeri I Ketapang tahun 1993, lagu ini lagi-lagi
sangat diminati hehehe.. Biasanya diakhiri dengan tadisi cium tangan dan pelukan antara murid dan guru, melowww ya
Hari
Pendidikan Nasional, 2 Mei setiap tahunnya, lagu ini dinyanyikan semua murid
SD/SMP/SMA sebagai wujud tanggungjawab
terhadap nusa, bangsa dan Negara.
Hingga
tamat kuliah, tahun 1998, Ane belum tau juga "siapa" pengarang/pencipta lagu
Inspiratif tersebut.
Ternyata,
lagu penuh makna dan sarat pesan-pesan moral tersebut ditulis oleh seorang Guru
Swasta, honorer yang bernama SARTONO yang dilahirkan di Madiun pada 29 Mei 1936.
Melalui tinta emasnya, lagu Hymne Guru ini begitu menginspirasi seluruh rakyat
dan bangsa Indonesia untuk menempatkan dan memuliakan guru sebagai pencerah
bangsa ini.
Malang
nian nasib pak Sartono, disaat sebagian besar guru semakin meningkat
kesejahteraannya bahkan ditunjang dengan dana sertifikasi, ia yang mengajar
musik di SMP Purna Karya Bhakti Madiun atau SMP Kristen Santo Bernadus, dari tahun 1978, hingga “pensiun” pada 2002 lalu,
Sartono tetap menyandang guru honorer. Ia tak punya gaji pensiunan, karena
statusnya bukan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Untuk
menambah dan "menambal" periuk dapurnya , Sartono mengajar musik. Sepekan sekali,
Sartono yang pandai bermain piano, gitar, dan saksofon, ini rutin mengajar
kulintang di Perhutani Nganjuk, sekira 60 kilometer dari rumahnya di Madiun.
Beruntung,
istrinya Ignasia Darmiyati, masih mendapatkan dana pensiun 1 jutaan dari
pekerjaannya dulu sebagai Guru SDN. Seniman kampung yang beragama ISLAM ini kini
tinggal di Jl Halmahera Madiun, Jatim tanpa anak, hanya didampingi 2 orang
keponakannya.
Pak
Sartono, yang udah mulai kurang daya ingatnya ini, tidak pernah mendapatkan
Royalti dari lagu “wajib” Departemen Pendidikan ini.Berkali-kali ia dijanjikan,
namun hingga kini ia tidak pernah menerimanya.
“
Uang dan penghargaan bukan tujuan saya. Saya ikhlas menciptakan lagu tersebut.
Saya cukup senang lagu tersebut terkenal,” ujarnya suatu ketika. Ia tidak
pernah mengharapkan imbal jasa, balas budi atau pamrih dari pihak manapun.
Sebuah prinsip yang patut dibanggakan. Langka untuk saat ini.
Lagu
Pahlawan Tanpa tanda jasa tersebut,
diciptakannya pada era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef.
Sartono
bercerita, tahun 1980 waktu naik bus ke Madiun ia membaca Koran yang memuat pengumuman lomba cipta lagu hymne guru.
Sebagai seniman, dia tergelitik mengikuti. ’’Setiba di rumah, sambil
rengeng-rengeng, bahkan sambil singsot (bersiul), dia menggubah nada dan
menulis lagu itu.
Namun,
ketika akan membuat lirik lagu, inspirasinya mandek. Saat itulah Darmiyati yang
baru pulang dari Madura, karena pindah tugas sebagai guru di Madiun, bercerita
soal nasib temannya sesama guru.
’’Di
luar dugaan, justru cerita saya itu menjadi inspirasi Bapak menulis lirik.
Bahkan, tidak lama kemudian lirik lagu itu jadi, dan dicoba dinyanyikan.
Akhirnya setelah merasa pas, lagu itu dikirimkan ke Panitia Lomba Cipta Lagu.’’
Ujar Istri Sartono
Sartono
masih ingat, dia menjual jas untuk datang langsung langsung ke Jakarta, meski
sebetulnya bisa saja dikumpulkan lewat Kantor Dinas P dan K di Madiun.
Di
luar dugaan, lagunya menang dengan menyisihkan 200 peserta dari seluruh
Indonesia. Seleksi dimulai dari 200 diambil 100, kemudian diseleksi lagi
menjadi tinggal 50, susut lagi 25, susut lagi 10, kemudian dipilih lima,
akhirnya tinggal tiga. ’’Satu lagu saya, dua lainnya kiriman dari Manado dan
Bogor.
Oleh
panitia tidak dipilih juara I, namun peringkatnya lagu karya saya teratas.
Jadilah saya pemenang lomba lagu Hymne Guru. Salah satu kelebihannya, karena
ditulis dengan not balok dan not angka sekaligus,’’ tuturnya. Hadiahnya
besar untuk saat itu, Rp 750.000, ujarnya dengan bangga.
Pitriyadi "mengajar" di SMA Muhamadiah Ktp |
PENGHARGAAN
BUAT SARTONO
Setelah
media massa dan elektonik mengangkat kehidupan Sartono yang memprihatinkan,
baru beberapa pihak memberikan perhatian. Antara lain :
1. Piagam berpigura
dari Gubernur Jawa Timur Imam Utomo yang diberikan pada 2005. Uang Rp 600.000,
plus sebuah keyboard
2. Piagam dari Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin
pada 2000.
3. Piagam dari
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo pada 2005, plus bantuan uang. Rp.
600.000
4.
Tahun 2006, Walikota Madiun memberikan
sepeda motor Garuda
5.
Yayasan Kesetiakawanan dan
Kepedulian, tahun 2012-
6.
Dll
"Mengajar" di SMA Sukadana KKU |
LIRIKNYA HYMNE GURU DIUBAH
Zaman reformasi, aktivis guru yang aktif dipergerakan,
meneriakan bahwa mereka bosan dengan gelar PAHLAWAN TANPA TANDA JASA. Mereka
bosan dengan kata-kata usang nan memuja namun melenakan. Mereka perlu pengakuan
dan konsekwensinya peningkatan kesejahteraan. Akhirnya Depertemen Pendidikan
dan Pengurus Besar PGRI meminta (sebagian sumber tidak) SARTONO untuk merubah
lirik terakhir dari tanpa tanda Jasa menjadi PEMBANGUN INSAN CENDEKIA.
Ironis, disaat sebagian guru semakin
makmur dengan tunjangan, sertifikasi, kenaikan gaji, BOP dll, SARTONO tetap
SARTONO yang bersahaja, ikhlas, nrimo
dengan keadaaan. Ia hanyalah seorang yang mengantarkan keberhasilan orang lain
dengan kereta emas.
Sejak tahun 2008, PGRI Pusat telah menyampaikan surat edaran
kepada pengurus PGRI seluruh Indonesia, tentang revisi lagu Hymne Guru.
Namun anehnya masih banyak SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK di
Ketapang Kalimantan Barat dan seluruh sekolah di nusantara ini, masih
menyanyikan lagu tersebut dengan versi jadul, kenapa ya ??? APA KURANG SOSIALISASI…
Versi Revisi
Hymne Guru
Terpujilah wahai
engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sabagai
pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun Insan Cendekia
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun Insan Cendekia
Saya masih sepakat dengan lirik yang lama. Tanpa tanda jasa disini lebih menunjukkan pengabdian dan dedikasi, walaupun kurang mendapatkan penghargaan yang setimpal tetapi dedikasi seorang guru memang tidak bisa dinilai dengan uang. Saat ini, istilah pembangun insan cendekia malah terasa terlalu dibesar2kan. Jangan lupa, guru2 muda saat ini motivasi menjadi guru bukan lagi karena keinginan yang kuat mewujudkan mimpi namun sebagian malah sekedar melihat peluang yang besar untuk terangkat menjadi PNS ataupun menjadi guru swasta yang bonafid.
BalasHapus