Jumat, 18 Mei 2012

MATERI PENYULUHAN KEBAKARAN HUTAN






Materi Penyuluhan
KEBAKARAN   HUTAN DAN LAHAN
Oleh 

Pitriyadi, M.Si


Hutan, yang keberadaannya mutlak diperlukan, makin hari makin menyusut luasnya karena berbagai sebab. Salah satunya, yang dapat dikatakan paling dahsyat adalah kebakaran. Berbeda dengan hama dan penyakit, kebakaran hutan dapat mengakibatkan musnahnya atau berkurangnya hutan dalam waktu yang relatif singkat.

Salah satu contoh adalah kebakaran hutan di Kalimantan Timur pada bulan November 1982 sampai bulan April 1983, yang memusnahkan sekitar 3,6 juta hektar hutan terbaik di Indonesia. Sebuah laporan yang dikutip oleh Zoefri Hamzah dan Ari Wibowo menaksir, kebakaran hutan di Kalimantan tersebut memusnahkan kayu senilai antara US $ 5,6 miliar US $ 7,4 miliar.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, pemerintahan Indonesia telah mencanangkan  tekadnya untuk mengendalikan kebakaran hutan. Pengalaman menunjukan bahwa dalam pengendalian kebakaran hutan, upaya pencegahan kebakaran hutan memegang peranan penting. Sekali hutan terbakar terutama pada musim kemarau panjang, sulit untuk dipadamkan. Hanya bila hujan telah turun kebakaran menjadi padam.

Untuk menimbulkan, meningkatkan dan memelihara peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran tersebut, kegiatan penyuluhan mutlak diperlukan.

Melalui penyuluhan, seluruh lapisan masyarakat dari segala umur perlu diyakinkan bahwa jika terjadi kebakaran hutan, semua pihak akan menderita kerugian. Pengusaha hutan menderita rugi, rakyat kehilangan pekerjaan, pemerintah kehilangan devisa dan pendapatan negara, pemburu kehilangan binatang buruan, industri perkayuan kehilangan bahan kayu, penerbit surat kabar kesulitan kertas, konsumen dan perusahaan air, juga petani kekurangan air, penerbangan terganggu, pariwisata menjadi lesu dan lain-lain.
Kenyatan menunjukan bahwa peran masyarakat terhadap upaya pencegahan kebakaran hutan masih kecil.

1.     Penyebab Kebakaran

Secara luas diketahui bahwa kebakaran hutan terjadi bila tiga unsur yaitu panas, bahan bakar dan oksigen bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur tersebut tak ada, maka kebakaran hutan tak akan terjadi. Karena oksigen terdapat hampir merata disemua wilayah, hanya dua unsur lainnya, yaitu panas dan bahan bakar yang dibahas.

a.    P a n a s
Dalam kebakaran hutan, unsur ini hanya berperan pada masa kemarau, terutama kemarau panjang. Hampir diseluruh Indonesia musim Kemarau terjadi setiap tahun, pada bulan-bulan tertentu yang dapat diperkirakan sebelumnya. Musim kemarau panjang umumnya datang setiap 5-10 tahun sekali, kecuali untuk Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya bagian Selatan (Merauke), musim kemarau panjang terjadi setiap tahun. Erat kaitannya dengan panas adalah sumber api. Umumnya disepakati bahwa 90 % sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan berasal dari manusia, sedangkan selebihnya berasal dari alam.

1)      Sumber api yang berasal dari manusia digolongkan menjadi :
·         Yang diyatakan secara sengaja, dalam kaitannya dengan perladangan, pengembalaan ternak, perburuan binatang liar, persiapan penanaman (perkebunan, kehutanan), tindakan iseng (untuk kesenangan), balas dendam terhadap petugas kehutanan, mengalihkan perhatian petugas (untuk dapat mencuri hasil hutan ditempat lain), pembuatan api unggun, dan lain-lain.


Api yang berasal dari kebakaran ladang, menurut hasil penelitian  Nana-Supriatna di Sumatra Utara, memberikan andil 54 % terhadap terjadinya kebakaran hutan. Angka tersebut nampaknya berlaku untuk daerah lain diluar Pulau Jawa.

Perlu dicatat, bahwa penggunaan api untuk perladangan, perkebunan, kehutanan dan lain-lain tak terhindarkan namun tentu saja  tak harus mengakibatkan kebakaran hutan, asal terkendali.

·         Yang tak disegaja, seperti api dari kereta api, pekerja hutan, pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang, dan lain-lain.

2)      Faktor alam, misalnya api yang timbul karena terjadinya petir, meletusnya gunung berapi dan api abadi.
Di Indonesia, api dari petir sangat jarang mengakibatkan kebakaran hutan, karena terjadinya justru pada musim penghujan. Api abadi juga kecil peluangnya mengakibatkan kebakaran hutan karena disekeliling api letusan gunung, apalagi letusan gunung dimusim kemarau, dapat dibilang jarang terjadi, dan karenanya juga jarang mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan. Dengan demikian, sumber api kebakaran hutan di Indonesia hampir 100 % berasal dari manusia.

b.    Bahan Bakar
Bahan bakar merupakan factor yang paling dominan sebagai penyebab kebakaran hutan.
Di Taman Nasional Wasur, Irian Jaya, misalnya, kemarau panjang dan juga kebakaran hutan, terjadi setiap tahun diareal yang luas. Namun kebakarannya tidak pernah besar, karena serasah hutan yang menjadi bahan bakar tipis saja.

Di Kalimantan dan Sumatra, terutama didaerah bergambut atau areal bekas tambangan, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang dapat dipastikan merupakan kebakaran besar. Seperti kebakaran hutan tahun 1982/1983 di Kalimantan Timur dan tahun 1994 di Sumatra Selatan, Jambi, Riau dan Kalimantan. Kecuali berlangsung lama (Kebakaran di Kaltim tahun 1982/1983 berlangsung sekitar 6 bulan), juga menimbulkan asap tebal yang dapat mengganggu kegiatan hidup manusia. Kaitannya dengan upaya pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan, berikut adalah hal-hal yang perlu mendapat perhatian :

1)      Hutan Primer
Pada hutan ini, serasah dilantai hutan tipis, kelembaban tinggi serta suhunyapun rendah, karena penutupan tajuk mendekati 100 %. Sinar matahari yang sampai kelantai hutan hampir mendekati 0 %. Ini rupanya kunci jawaban, mengapa sebelum HPH beroperasi, kebakaran hutan besar seperti tahun 1982/1983 dan 1994 jarang terjadi (walaupun kegiatan perladangan berpindah yang merupkan penyebab utama kebkaran hutan, telah berlangsung sejak HPH belum beroperasi).

2)       Areal Bekas Tebangan
Pada areal bekas tebangan, menumpuk serasah hutan yang tebal. Dari setiap batang pohon yang ditebang, hanya log hingga cabang besar pertama diambil. Selebihnya termasuk cabang kecil, ranting, daun, ditinggal didalam hutan. Disamping itu setiap pohon besar (diameter lebih 50 cm ) ditebang, menurut Sagala, turut tumbang atau cacat dan akhirnya mati 10 pohon lain berdiameter 20 cm keatas. Semuanya itu mengakibatkan terjadinya penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Serasah tebal tersebut berada dibawah tajuk yang terbuka, karena pada musim kemarau kelembabannya rendah, sedang suhunya tinggi, sehingga mudah dilalap api. Bila terjadi kebakaran hutan dimusim kemarau panjang pada areal bekas tebangan, api pasti tak dapat dipadamkan.

3)      Areal Tanaman
Pada areal tanaman, yang penutupan tajuknya belum 100 % terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang atau semak belukar. Seperti halnya diareal bekas tebangan, pada musim kemarau suhu dilantai hutan tanaman sudah juga cukup tinggi. Resiko terjadinya kebakaran cukup tinggi.



4)      Hutan Gambut
Pada hutan gambut, bahan bakar terletak dibawah permukaan tanah, yaitu gambut itu sendiri. Pada musim penghujan, lahan gambut umumnya terendam air.

Pada musim kemarau normal, hanya lapisan atas saja yang kering, sehingga tidak mudah terbakar. Namun pada musim kemarau panjang lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan cm, dalam keadaan kering dan mudah terbakar. Bila kebakaran terjadi, walaupun merambat secara perlahan, api gambut susah dipadamkan.

5)    Alang-alan dan Semak belukar
Serasah dipadang alang-alang dan semak belukar mudah terbakar sekalipun kemarau tidak panjang. Namun karena bahan bakarnya sedikit, api tidak sehebat pada kebakaran hutan gambut maupun hutan bekas tebangan.

2.     Dampak Kebakaran

Dampak kebakaran hutan juga perlu diketahui dapat positif maupun negatif. Dampak positif seperti misalnya dipercepatnya peremajan alam, pelapukan tanah, terbantunya kehidupan satwa liar, terkurangi termusnahkannya hama dan penyakit. Sedangkan dampak negatif sebagai berikut :

a.      Rusak atau Musnahnya Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
Kebakaran hutan mengakibatkan rusak atau musnahnya kayu yang sejak dua decade terakhir sedemikian penting. Kebakaran hutan di Kaltim 1982/1983 menurut laporan asing yang dikutip oleh Zoefri Hamzah dan Ari Wibowo, diketahui memusnahkan kayu senilai US $ 5,6 miliar – US $ 7,4 miliar. Disamping itu musnah pula hasil hutan lainnya berupa rotan, damar, getah-getahan, binatang buruan, buah-buahan hutan, dan lain-lain. Semuanya itu mengakibatkan banyak pihak seperti pengusaha hutan, rakyat yang tinggal disekitar hutan, pemburu, turis penerbit surat kabar, dan lain-lain menderita kerugian.

Kebakaran yang terjadi berulang-ulang dalam jangka yang lama tak dapat disangkal lagi telah mengubah jutaan hektar jutaan hutan di Sumtra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, menjadi pada alang-alang yang tak produktif.

b.      Kerusakan Lingkungan
Kebakaran hutan mengakibatkan berbagai kerusakan yang  tak ternilai, seperti rusaknya lingkungan, terganggunya tata air, musnahnya sumber plasma nutfah atau berkuranganya keanekaragaman hayati, timbulnya erosi dan lain-lain. Untuk memperbaiki lingkungan yang rusak tersebut, diperlukan biaya yang besar dan waktu yang lama.

Rusaknya lingkungan tersebut semakin terasa akibatnya, mengingat hutan tropis juga berfungsi sebagai paru-paru dunia. Dengan kata lain, dampak kebakaran hutan merugikan seluruh penduduk dunia.

c.      Asap
Setiap kali terjadi kebakaran hutan, sebagian atau seluruh Sumatra dan Kalimantan, tertutup asap tebal. Transportasi baik darat, sungai/laut maupun udara terganggu dan beresiko terjadi kecelakaan. Bahkan negara kita di cap sebagai negara pengekspor asap bagi negara tetangganya. Selain itu,asap yang berasal dari kebakaran hutan (dan kebakaran lahan lainnya) juga berpengaruh pada kesehatan dan kegiatan pariwisata.

3.     Pengendalian Kebakaran Hutan

Untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakaran hutan, dilakukan kegiatan pengendalian kebakaran hutan yang meliputi pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran. Hal ini diatur dalam peraturan Pemerintahan Nomor 45 Tahun 2004 tentang perlindungan hutan sebagai penjabaran dari undang-undang nomor 41 tahun1999 tentang kehutanan.

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tersebut, kegiatan pengendalian kebakaran hutan dilakukan pada tingkat nasional, pengendalian kebakaran  hutan menjadi tanggung jawab Mentri. Di tingkat Provinsi dilakukan dan menjadi tanggung jawab Gubernur. Ditingkat kabupaten/Kota dilakukan oleh dan menjadi tanggung jawab Bupati/Wali kota. Di tingkat Kesatuan mengelola hutan dilakukan dan menjadi tanggung jawab kepala Kepala Kesatuan Pengelolaan hutan setempat.

4.     Pencegahan Kebakaran Hutan

Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Sedangkan penanggulangan kebakaran hutan adalah semua usaha tindakan atau kegiatan untuk memadamkan kebakaran hutan yang telah terjadi. Dalam kaitan dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, telah dikeluarkan keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 243/KPTS/DJ VI/1994 tanggal 29 Desember 1994, yang intinya adalah sebagai
berikut :

a.      Kegiatan yang perlu dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan :

Keadaan tidak terjadi kebakaran, meliputi :
1)      Perencanaan pencegahan kebakaran antara lain :
a)     Membuat peta kerawanan kebakaran
b)     Penyusunan data statistik
c)      Membentuk Organisasi Regu Pemadam Kebakaran
d)     Menyediakan tenaga dan peralatan pemadaman
e)      Memantau cuaca, akumulasi bahan bakar dan gejala rawan kebakaran
f)        Membuat sekat bakar, waduk serba guna, sarana transportasi dan komunikasi.
g)     Memasang rambu-rambu peringatan bahaya kebakaran pada lokasi yang rawan kebakaran dan mudah dilihat masyarakat
h)      Mengikut sertakan pendidikan dan latihan pemadam kebakaran hutan
i)        Koordinasi dengan instansi yang berwenang atau aparat pemerintahan setempat

2)      Deteksi Dini Kebakaran
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih awal kemungkinan terjadinya kebakaran hutan, agar dapat diambil langkah-langkah penanggulangan dengan tepat. Kegiatan tersebut antara lain :
a)     Mendirikan Menara pengawas kebakaran  dengan jangkauan pandang cukup jauh, dilengkapi dengan sarana deteksi (teropong, range finder) dan sarana telekomunikasi.
b)     Patroli secara periodik, dengan frekwensi lebih meningkat pada saat musim kemarau.
c)      Membangun dan mendayagunakan pos-pos jaga pada jalan masuk, jalan pengawasan areal tanaman dan disekitar kawasan yang berbatasan  dengan desa atau lahan usaha.
d)     Memanfaatkan informasi penerbangan, data cuaca dan data satelit apada areal pengusahaannya.

3)      Penyuluhan
a)     Membantu penyuluh kehutanan dalam peranannya selaku unsur media penyuluhan, khususnya menyangkut bahaya kebakaran dengan materi yang mudah diserap masyarakat secara luas.
b)     Menyediakan alat Bantu penyuluhan, alat peraga, leaflet, poster, spanduk, dan lain-lain yang berisi pesan-pesan kewaspadaan terhadap bahaya kebakaran areal hutan.
c)      Bersama pemerintah daerah setempat melaksanakan kegiatan penyuluhan dengan menggunakan media pemeran pembangunan, memanfaatkan kesenian tradisional serta acara-acara peringatan hari besar lainnya.

4)      Menetapkan daerah rawan kebakaran hutan berdasarkan iklim, jenis bahan bakar yang mudah terbakar dan perilaku masyarakat setempat.

5)      Lain-lain
a)     Berperan secara aktif dalam membantu masyarakat disekitar hutan dan disekitar areal usaha lainnya.
b)     Membantu pengendalian peladang berpindah, antara lain ;
-          Mengembangkan lapangan usaha pertanian menetap.
-          Masyarakat pola tanam dengan teknologi tepat guna
-          Membimbing pembersihan limbah pada lahan masyarakat dengan tehnik pembakaran terkendali dan membantu menyiapkan  sekat bakar/pijaran api yang cukup aman.



Keadaan saat terjadi kebakaran, antara lain :
a)     Pemadam kebakaran hutan secara langsung
b)     Mencari sumber penyebab terjadinya kebakaran
c)      Mengerahkan bantuan dalam bentuk tenaga (masyarakat), peralatan dan apabila terjadi kebakaran besar dapat mengajukan bantuan di Instansi pusat.

Keadaan setelah terjadi kebakaran, antara alin :
a)     Pengukuran areal yang terbakar
b)     Menghitung kerugian secara ekonomis dan ekologis
c)      Rehabilitasi  atau penanaman kembali areal bekas kebakaran
d)     Evaluasi pelaksanaan pemadam kebakaran

b.    Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Hutan

1)      Untuk terlaksananya kewajiban dalam kegiatan perlindungan hutan dan areal lainnya pemegang hak pengusaha hutan, Hak Pengusaha hutan Tanaman Industri dan badan Usaha  yang menggunakan lahan wajib :
a)     Membentuk organisasi Regu/SATGASDAMKARHUT baik yang melekat dalam satuan Pengamanan (SATPAM) maupun berdiri sendiri.
b)     Mengangkat karyawan yang khusus ditugaskan dan diberi wewenang sebagai regu/SATGASDAMKARHUT dengan kualifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c)      Menyediakan sarana dan Prasarana pemadaman kebakaran hutan yang mencukupi
d)     Memasang rambu-rambu peringatan tentang bahaya kebakaran hutan dan menyiapkan alat Bantu penyuluhan berupa leaflet, poster, stiker dan lain-lain
e)      Menyediakan dana khusus untuk kegiatan pemadaman hutan
f)        Rehabilitasi/menanam kembali areal hutan bekas kebakaran disamping pada lokasi yang kosong pada RKT berjalan

2)      Organisasi sebagaimana dimaksud dalam butir a ( 1) , merupakan bagian dari oganisasi perusahaan atau badan usaha yang bersangkutan
3)      Karyawan yang diangkat sebagai regu / SATGASDAMKARHUT minimal pendidikan sekolah lanjutan pertama yang seapat mungkin ditekhut dari masyarakat didalam dan disekitar areal pengusahaan hutan yang bersangkutan.
4)      Regu / SATGASDAMKARHUT perlu dibekali keterampilan dengan mengikutsertakan dalam pendidikan dan latihan yang diselenggaraan oleh Instansi Kehutanan
5)      Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud pada butir a ( huruf ( 3 , antara lain berupa peralatan perorangan, peralatan kelompok, peralatan bantuan, sarana bantuan nasional,alat komunikasi dan transportasi, pos jaga, menara pengawas, perumahan regu / SATGASDAMKARHUT.
6)      Dalam hal ketentuan teknis pencegahan dan penangulanan hutan disiapkan prasarana beruapa ilaran api, jalan pemeriksaan, waduk penyimpanan air, tanaman penyanga sesuai dengan satuan luas dan lokasi hutannya
7)      Dalam hal untuk pembukaan lahan tanaman, pembersihan limbah kayu pemegang HPHTI perlu mengurangi cara dengan pembakaran dan memanfaatkan limbah kayu seoptimal mungkin
8)      Biaya untuk keperluan pemadaman kebakaran hutan sebagaimana dimaksud dalam butir a ( 5 ),. Dianggarkan dalam progran kerja setiap tahun



c.    Upaya Pencegaan Polusi Asap

1)      Upaya pencegahan akumulasi asap dari penyiapan lahan antara lain :
a)     Ruas areal yang akan dibuka harus sesuai dengan rencana yang telah diizinkan dan sebanding dengan kemampuan penanaman.
b)     Setiap pembersihan lahan dengan kegiatan penebangan kayu diwajibkan untuk memperkecil limbah yang terjadi
c)      Terhadap lahan bersebelahan dengan areal yang belum dibuka dibangun sekat bakar yang cukup bebas dari menjalarnya api

2)       Kewajiban pelakuan memperkecil asap dengan kegiatan antara lain :
a)     Setiap pengusaha yang membuka lahan dengan menebang pohon wajib menyiapkan alat / mesin chip portable untuk mengolah potongan kayu yang tersisa
b)     Untuk membersihkan limbah diusahakan menggunakan bahan pemusnah dengan teknologi tepat guna ( misal dengan herbisida )
c)      Apabila terpaksa dilakukan dengan pembakaran wajib dijaga oleh tenaga yang memadai dan betul – betul tidak ada sisa api.
d)     Perlakuan untuk mencegah menjalarnya api disekitar lokasi penyiapan lahan wajib dilakukan teknik dan manajemen pengendalian api secara sungguh – sungguh.
e)      Kegiatan pada butir 2 dan 3 dikendalikan oleh regu SATGASDAMKARHUT  yang sudah terlatih / terampil.


d.    Sangsi
1)      Pemegang HPH/HPHTI yang tidak mengusahakan upaya kebakaran hutan dilapangan, tidak melengkapi sarana peralatan kebakaran, tidak mempunyai tenaga terampil dan tidak menyediakan anggaran yang 4 memadai dalam upaya pencegahan dan penangulangan hutan, dikenakan sangsi pemberhentian semua pelayanan Instansi Kehutanan
2)      Apabila tidak melaksanakan kewjian rehabilitasi bekas kebakaran, dikenakan denda masing – masing untuk :
a)     Hutan tanaman industri sama dengan 2 x  biaya tanaman HTI / Per Ha di x luas yang terbakar
b)     Hutan alam / HPH sama dengan 2 X ( biaya tanaman Reboisasi + nilai kayu yang terbakar / Ha ) X luas yang terbakar
3)      Bagi pemeggang hak guna usaha diluar sector kehutanan yang lalai dan mengakibatkan kebakaran di luar kawasan usahannya juga mengakibtakna terjadinya akumulasi asap pengenaan sanksi diberikan oleh Instansi yang berwenang dan selaku pembina teknis dalam bidang usahanya.

e.    Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan
Ketentuan mengenai ketentuan Brigade pengendalian kebakaran hutan diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Konserpasi Alam nomor 21 dan 22 / KPTS/ DJ – IV / 2002. Brigade  pengendalian kebakaran ini adalah suatu Lembaga yang berisi sumber daya tenaga dan peralatan yang didukung oleh pendanaan yang memadai untu dapat terus menerus menyelenggaraan upaya pencegahan ( termasuk peringatan dan pendekteksiaan ) terdapat kebakaran hutan dan dapat bergerak cepat melakukan usaha pemadaman., Brigade ini juga melakukan proses hukum atas kasus kebakaran hutan dan melakukan upaya Reahabilitasi kawasan bekas kebakaran

Pada tahun 2002 telah dibentuk Brigade  Pengendalian kebakaran hutan yang diberi nama Mangala Agni  disingkat GALAAG diPropinsi – propinsi Sumatra Utara, Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

1 komentar:

  1. "Hi!..
    Greetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
    visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
    Aktual

    BalasHapus