Minggu, 13 Maret 2016

Ayahku H. Abdul Muthalib Dalam Kenangan pagi ini

Hari ini, Senin 14 Maret 2016 setelah Rutinitas dan olah raga pagi, di Badan Pendidikan Latiha ( Bandiklat) Kalimantan Barat, aku nongkrong di pinggir jalan Sumatra Pontianak menikmati koran hari ini. Melintas di depanku, sepeda pancal betinak yang dikendarai bapak tua, 45 tahunan bersama anak kecil 5 atau  6 tahunan dengan pergelangan kaki terikat sapu tangan. Sekilas saja, namun membongkar file lamaku melayang ke  35 tahun lalu, 1981.
Terlintas wajah ayahku yang kharismatik penuh kasih, H.Abdul Muthalib H Arsuni yang membocengku.

Kadang, setiap beberapa hari sekali, ayah mengajakku kadang juga abangku H. M.Noor untuk tidur di rumah kakak tertua kami, Hj. Fatmawati (almarhumah). Berangkat dari jl. ikhtiar/kereta api, sekarang jl. imam Bonjol, selepas magrib menuju rumah obok Fat yang berada di jl. Diponegoro. Selain menemankan obok  tidur di rumahnya, kami numpang nonton tv. Maklum, saat itu di rumah belum ada tv dan jaringan PLN.

Selepas Sholat Subuh, kami pulang . Ayah membonceng ku di sepeda tuanya.  kadang bertiga dengan abangku. Sampai di Pasar Kayong di Penambang tempat penyebrangan  masyarakat dari kota ke Kampung Kauman dan sekitarnya, ayah mengajak kami singah di warung kopi.
Ayahku Memesan kopi, mengambil kue, berbincang segala macam persoalan kehidupan dengan kawan kawan sesama orang pasar.
Masih ingat dalam ingatanku, cara ayah menyeduh kopi. Kopi di gelas dikaco diudak  udak  beberapa saat, sebelum diserup. Kadang ayah juga menggunakan piring kecil tatakan gelas, untuk mendinginkan kopi. Menuang kopi panas ke piring kecil. Meniupnya lalu menyeduh kopi sengan nikmat..
Ayah sangat suka kue kue kampong. Apa aja suka. Asal sehat jak katanya. Ayah juga sangat suka dengan Roti Bantal atau roti guling. Roti  khas tionghoa yang digoreng agak kuning kecoklatan dengan rasa gurih dan renyah. Ayah  biasa mengoyak roti tersebut menjadi  2 atau  beberapa bagian, mencelupkannya dalam gelas kopi lalu memakannya. Nikmat sekali nampaknya.
Aku dan abangku, M.Noor, hanya mendengar perbincangan ayah yang tidak kupaham bahkan membuatku pusing mencernanya. Kami asyik sendiri minum kopi dan melahap kue, terutama Ruti Bantal hahahaha.
30 atau 45 menit nongkrong cukup. sebelum jam 6 pagi kami udah pulang dari warong kopi. Sekolah bagi ayah dan kami semua adalah Hal yang sangat penting.  Kami boleh miskin bagi kami sekolah adalah jalan terbaik untuk merobah nasib. Ayah selalu menekankan menuntut ilmu adalah Ibadah. Menuntut ilmu adalah jihad,  laksana berjuang di jalan Allah.  Alhamdulillah, semua ucapan ayah BENAR.

Mungkin, pengalaman indah  ini lah yang membuatku mencintai warung kopi untuk bersosialisasi setiap hari. Hingga sekarang dan sampai nanti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar